Minggu, 31 Maret 2013

JENIS-JENIS MAKNA



1.      Makna Leksikal
Makna adalah arti; maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. (Depdiknas, 2008:864). Selanjutnya, Kridalaksana, (2008:148) makna adalah maksud pembicaraan; pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepedanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya; cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Dari kedua definisi diatas, dapat dikatakan bahwa makna adalah arti dari sebuah bahasa, dengan mengetahui makna dapat pula kita mengetahui arti dari bahasa yang kita gunakan.
Leksikal adalah berkaitan dengan kata; berkaitan dengan leksem; berkaitan dengan kosakata. (Depdiknas, 2008:805). Jika kita mengacu pada definisi tersebut, maka kita akan menemukan istilaj baru yaitu leksem. Leksem adalah satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk kata; satuan terkecil dalam leksikon. Leksem menurut Chaer (2009:60) yaitu, “Satuan bentuk bahasa yang bermakna” .Leksikon dapat pula kita sebut dengan perbendaharaan kata atau kosakata. Jadi,  leksem itu terdapat di dalam leksikon.
Makna leksikal adalah  makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dll; makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. (Kridalaksana, 2008:149). Selanjutnya, makna leksikal menurut Chaer (2009) adalah makna yang sebenarnya yang mengacu pada referen atau makna yang terdapat dalam kamus dasar. Contoh: ayah mengangkat papan dan pengarang mengangkat kisah masa lampau. Kalimat pertama mengandung makna leksikal atau makna yang sebenarnya, yaitu membawa ke atas atau meninggikan sedangkan pada kalimat kedua, kata mengangkat tidak mengandung makna leksikal karena makna yang timbul bukanlah makna yang sebenarnya. Jadi, makna leksikal terleoas dari konteks yang sedang berlangsung.
2.      Makna Gramatikal
Makna Gramatikal menurut Chaer (2009:62) “Makna gramatikal ini adalah makna makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.” Selanjutnya, Pateda (1986) makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya leksem di dalam kalimat. Jadi, makna gramatikal dapat juga disebut makna yang timbul karena beberapa proses bahasa.
Contoh dalam proses afiksasi adalah penulis itu berangkat ke Malang dan adik menulis cerita tentang kota Malang. Kata penulis dan kata menulis berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kata tulis. Namun, akibat adanya proses afiksasi yaitu penambahan prefiks meN- dan Pe- , sehingga beubah makna. Makna penulis adalah orang yang menulis sedangkan kata menulis adalah kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini, makna yang timbul adalah makna gramatikal. Selanjutnya, contoh dalam proses reduplikasi atau perulangan yang dalam bahasa Indonesia menyatakan jamak adalah orang itu mengejar maling dan orang-orang itu mengejar maling. Kata orang pada kalimat pertama bermakna hanya satu orang sedangkan kalimat kedua bermakna orang yang ramai. Kemudian contoh dalam proses komposisi adalah Pak Camat membagi-bagikan bunga Mawar kepada warga Suka Damai dan pak amin mendapat bunga Bank yang banyak. Komposisi bunga mawar tidak sama dengan komposisi  bunga bank. Bunga mawar merujuk kepada jenis bunga sedangkan bunga bank merujuk kepada keuntungan atau bonus dari hasil menabung.
3.      Makna Konseptual
Chaer (2009:72) “Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini dama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif.” Contoh:  ibu memasak ikan. Kalimat tersebut memiliki makna konseptual yaitu ibu sedang melakukan kegiatan memasak ikan.
4.      Makna Kontekstual
Makna kontekstual menurut kridalaksana (2008:149) adalah hubungan antara ujaran dan situasi dimana ujaran itu dipakai. Selanjutnya, Faizah (2010:70) “makna konseptual adalah makna sebuah leksem atau berada dalam suatu konteks.” Jadi, makna kontekstual adalah makna yang dihasilkan dalam ujaran yang melihat konteksnya. Contoh: Dinda dihujani pertanyaan dari penguji (dalam konteks ujian). Makna kontekstual pada kalimat tersebut adalah pernyataan tersebut diujarkan dalam suasana ujian.
5.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah bentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca (Tarigan, 1985:4).
Gaya bahasa menurut Tarigan (1985) dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A.    Gaya Bahasa Perbandingan
1.      Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dari segala kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan dengan pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, baik, dan sejenisnya.
Contoh: Bagai batu lumutan, wajahnya kotor, basah dan tua.
2.      Metafora adalah membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan sevara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti bak, sebagai, laksana, dan sejenisnya.
Contoh: Bumi ini perempuan jalang.
3.      Personifikasi adalah cara pengungkapan dengan menjadikan benda mati atau tidak bernyawa menjadi sebagai manusia.
Contoh: Laut sering mengamuk setiap akhir tahun.
4.      Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa ini terdapat dalam pengandaian yang eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.
Contoh: Kalau engkau menjadi bunga, maka daku menjadi kumbangnya.
5.      Alegori adalah cerita yang menceritakan dalam lambang-lambang, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat, atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan diperlambangkan. Alegori sering mengandungsifat-sifat moral atau spiritual manusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dan makna atau tujuannya terselubung.
Contoh: Cerita kancil dan buaya, kisah Malin Kundang.
6.      Antithesis adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang berlawanan arah.
Contoh: Dia menari di atas lukaku.
7.      Pleonisme atau tauologi adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan) yang sebenarnya tidak perlu.
Contoh: Saya mrnghimbau agar supaya masyarakat memilihi saya sebagai kepala desa.
8.      Perifrasi adalah gaya bahasa yang hamper mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya menggunakan kata-kata yang banyak dari yang dibutuhkan.
Contoh: Siswa itu mengatakan segal cita-cita dan segala keinginannya.
9.      Antisipasi atau prolepis adalah mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi.
Contoh: Aku sangat gembira karena kekasihku akan datang kemari bulan depan.
10.  Koreksi atau epanorfosis adalah gaya bahasa yang terwujud mula-mulai ingin menegaskan sesuatu, tapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.
Contoh: Bibah orang Medan, tapi bukan Batak.

B.     Gaya Bahasa Pertentangan
1.      Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan.
Contoh: Cintaku seluas lautan.
2.      Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapan menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negative atau bentuk yang bertentangan.litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya.
Contoh: Pakaiannya sama sekali tidak buruk.
3.      Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok.
Contoh: Wajar saja dia sakit karena selalu menjaga kebersihan.
4.      Oksimaron adalah majas yang mengandung penegakan atau pendirian sesuatu yang berhubungan dengan sintaksis atara dua antonomi.
Contoh: Akhirnya dia mendapat juara meskipun sangat banyak saingan yang dihadapinya.  
5.      Paranomanisia adalah majas yang berisikan pengajaran kata-kata yang sama bunyinya tetapi berbeda maknanya.
Contoh: Bisa Ular bisa menyebabkan kematian.
6.      Paralipsis adalah majas yang merupakan suatu permulaan yang digunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mungkin mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu.
Contoh: Mudah-mudahan ia mengetahui isi hatiku dan bukan ku bermaksud untuk menyakiti hantinya.
7.      Zeugma adalah majas gabungan gramatis dua kata yang mengandung cir-ciri semantik yang bertentangan seperti abstrak dan konkrit.
Contoh: Anak itu besar tapi memakai baju yang kecil.
8.      Inuedo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung.
Contoh: Dia sering tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru karena jarang belajar di rumah.
9.      Antifrasis adalah berupa penggunaan kata dengan sebuah makna kebalikannya. Contoh: Kelas kami didatangi  Pangeran Kampus. (orang yang paling jelek di kampus).
10.  Paradok adalah suatu pernyataan yang bagaimana diartikan selalu berakhir dengan pertentangan.
Contoh: Aku kesepian di tengah keramaian.
11.  Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
Contoh: Beliau berpesan agar menjaga dan melestarikan kebudayaan ini.

C.    Gaya Bahasa Pertautan
1.      Metonomia adalah majas yang memakai nama ciri atau hal yang ditautkan dengan orang atau hal sebagai penggantinya.
Contoh: Luka karena lidah lebih sakit dari luka karena pedang.
2.      Sinekdokek adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau sebaliknya.
Contoh: Kemana saja pikiranmu?
3.      Alusi adalah gaya bahasa yang menunjukkan secara langsung ke dalam suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan pengapaan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki pengarang dan pembaca sastra adanya kemampuan pembaca untuk mengkap pengacau itu.
Contoh: saya ngeri membayangkan peristiwa Tsunami di Aceh.
4.      Eufamisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan, atau yang tidak merugikan.
Contoh: Dina seorang Tunarungu.
5.      Eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering berhubungan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh: Dewi Sri benar-benar memberi rahmat pada sawah-sawah petani tahun ini.
6.      Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khas seseorang atau suatu hal.
Contoh: Sinden panggung menyanyikan lagu Campur Sari.
7.      Inverse adalah majas yang merupakan pemutasi atau perubahan urutan subjek-predikat.
Contoh: Dinda belajar matematika - Belajar dinda selama ini menghasilkan nilai yang baik.
8.      Paralelisme adalah gaya bahasa yang mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
Contoh: Bukan saja mahasiswa yang bergotong royong, tetapi dosen juga ikut bekerja.
9.      Ellipsis adalah gaya bahasa yang di dalam dilaksanankan penanggalan atau penghilangan kata tau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tatabahasa.
Contoh: 1. Ibu pergi ke Pasar. 2. Ibu ke Pasar.
10.  Gradisi adalah majas yang mengandung suatu rangkaian dan urutan (paling sedikit tiga) kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang paling mempunyai satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang diantara paling sedikit atau satu ciri berulang-ulang dengan perubahan yang bersifat kualitatif.
Contoh: Dia memberiku bunga; bunga mawar yang sedang mekar: mekar dengan bau yang harum:harum yang selalu merasuk ke hatiku.

D.    Gaya Bahasa Perulangan
1.      Aliterasi adalah jenis majas yang memanfaatkan kata-kata yang permulaan sama bunyinya.
Contoh: segala sepi segala sendu.
2.      Asonansi adalah jenis gaya bahasa repitisi yang berwujud perulangan vokal yang sama.
Contoh: Masa tertawa masa kecewa.
3.      Atnaklaksis adalah majas perulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda.
Contoh: Kaki lintah darat digigit lintah di sawah.
4.      Kiasmus adalah majas yang berisikan perulangan dan sekaligus inversi penghubung antara dua kata satu kalimat.
Contoh: Yang buruk selalu dikatakan buruk, sedangkan yang buruk selalu dikatakan baik.
5.      Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan kata sifat langsung yaitu kata-kata yang ditekankan diulang berturut-turut.
Contoh: Kamu harus belajar, belajar, dan belajar agar menjadi orang sukses.
6.      Tautotes adalah gaya bahasa perulangan atau repitisi atas berulang-ulang dalam satu konstruksi.
Contoh: Bunga adalah mawar, mawar adalah bunga, dan keduanya adalah bunga mawar.





Daftar Rujukan
Chaer, Abdul.2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Faizah, Hasnah. 2010. Linguitik Umum. Pekanbaru: Cendikia Insani
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pateda, Masnur.1986. Semantik Leksikal. Ende-Flores: Nusa Indah.
Tarigan, Henry Guntur, 1985.Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.

Rabu, 20 Maret 2013

Realita Manusia

Pertama, Manusia pada dasarnya selalu ingin berbuat baik, saling menolong, saling menyayangi dan saling memaafkan. namun pada kenyataannya sangat sedikit sekali kita temukan hal seperti itu di lapangan. manusia yang kita temui sangat sering mengundang manusia lain untuk saling memusuhi. manusia selalu bangga dengan banyak musuh. tapi apakah manusia itu hanya selalu puas dengan musuh yang banyak???
musuh, musuh, dan musuh......!
Kedua, manusi selalu saja memandang kesalahan hanya sebagai kesalahan semata. manusia tak akan pernah lepas dari yang namanya salah. No body is perfect! bisa dibilang manusia itu gudangnya salah. manusia sebagai mahluk individu sering melakukan kesalahan terhadap diriinya sendiri, namun manusia itu tidak menyadari kesalahan yang dilakukan pada dirinya sendiri. selanjutnya manusia sebagai mahluk sosial, yang selalu berbaur dalam mansyarakat juga selalu berbuat salah, tetapi kesalahan yang dilakukan dimasyarakat cenderung terus dicela salah, meskipun kesalahan yang dilakukannya itu sudah beratus tahun yang lalu. (ternyata ingatan kesalahan orang lain masih tersimpan rapi dalam otak manusia, manusia adalah mahluk pendokumentasi kesalahan).
Ketiga, manusia kadang tidak memahami arti kehidupannya, manusia cenderung menjalani dan terus membaca tapi tak pernah memahami kehidupan yang sering dijalaninya. manusia tak faham dengan dirinya sendiri dengan begitu wajar saja jika menusia selalu salah membawa perahu hidupnya.



salam perajut khayaL

Rabu, 13 Maret 2013

Perubahan Makna


1.      PENDAHULUAN
Semantik diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti. Chaer (2009:2). Menurut Kridalaksana (2008:216) Semantik adalah bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara; sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Jika makna sebuah kata secara sinkronis tidak akan berubah maka secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Tidak tertutup kemungkinan perubahan makna dikarenakan oleh bahasa tersebut bersifat dinamis. Bahasa bersifat dinamis berarti bahasa yang kita miliki akan terus berkembang selagi manusia menggunakan bahasa tersebut. Seperti pada realita yang terjadi banyak kata-kata yang sering digunakan mengalami perubahan makna, seperti di surat kabar, majalah, dan berbagai media lainnya.
2.      PERUBAHAN MAKNA
Perubahan menurut Depdiknas (2008:1514) adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran. Sedangkan makna menurut Kridalaksana (2008:148) adalah maksud pembicaraan; pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa; cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Selanjutnya dalam Depdiknas (2008: 864) makna adalah arti; maksud pembicara atau penulis. Dari beberapa definisi tersebut, maka perubahan makna merupakan berubah atau bertukarnya arti kata yang digunakan oleh manusia atau kelompok manusia. Perubahan makna menurut Chaer (2009) disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
2.1  Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi
Berkembangnya ilmu dan teknologi dapat menyebabkan perubahan makna. Kata yang mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru atau temuan ilmu dan teori yang baru sebagai akibat dari perkembangan teknologi tersebut.
Perubahan makna yang disebabkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi adalah pada kata Perusaahan Listrik Negara (PLN). Akibat adanya perkembangan teknologi kata ini jarang dipakai karena adanya perkembangan teknologi sehingga penyebutannya lebih dikhususkan kepada tenaga yang dipakai sebagai pembangkit listrik tersebut, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Dan Uap (PLTGU).
2.2  Perkembangan Sosial dan Budaya
Perkembangan sosial dan budaya juga merupakan penyebab terjadinya perubahan makna. Misalnya pada kata bidan. Akibat dari adanya perubahan sosial kemasyarakatan maka kata tersebut digunakan untuk orang yang telah mendapat pendidikan dari akademi kebidanan saja. Namun pada zaman dahulu kata bidan biasa digunakan untuk orang yang menolong proses bersalin meskipun tidak mendapat pendidikan atau hanya berdasarkan pengalaman, biasanya disebut juga dengan dukun beranak.
2.3  Perbedaan Bidang Pemakaian
Setiap kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidangnya. Misalnya kata mengeruk digunakan untuk kegiatan menggali tanah atau mengambil sesuatu yang ada di dalam. Kata memancing digunakan untuk kegaiatan menangkap ikan. Kata terbang digunakan untuk burung, karena burung memiliki kemampuan untuk terbang. Namun, pada kenyataannya kata-kata yang tercetak miring tersebut juga digunakan dalam bidang-bidang lain. Seperti kata mengeruk, Angelina mengeruk dana pembangunan Wisma atlet. Mengeruk pada kalimat tersebut mempunyai makna mengambil. Kata memancing, Robin memancing emosi Bima sehingga terjadi perkelahian itu. Kata memancing berarti sengaja menimbulkan emosi. Kata terbang, Andi terbang ke Sulawesi kemarin. Kata terbang bermakna perjalanan yang menggunakan pesawat terbang.
Kata-kata pada contoh tersebut digunakan dalam bidang lain sehingga makna yang timbul tidak sama dengan makna yang semestinya.


DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul.2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta:     PT Gramedia Pustaka Utama.