1.
Makna
Leksikal
Makna adalah arti; maksud pembicara atau penulis;
pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. (Depdiknas, 2008:864).
Selanjutnya, Kridalaksana, (2008:148) makna adalah maksud pembicaraan; pengaruh
satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok
manusia; hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepedanan antara bahasa
dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya;
cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Dari kedua definisi diatas, dapat
dikatakan bahwa makna adalah arti dari sebuah bahasa, dengan mengetahui makna
dapat pula kita mengetahui arti dari bahasa yang kita gunakan.
Leksikal adalah berkaitan dengan kata; berkaitan
dengan leksem; berkaitan dengan kosakata. (Depdiknas, 2008:805). Jika kita
mengacu pada definisi tersebut, maka kita akan menemukan istilaj baru yaitu
leksem. Leksem adalah satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari
pelbagai bentuk kata; satuan terkecil dalam leksikon. Leksem menurut Chaer
(2009:60) yaitu, “Satuan bentuk bahasa yang bermakna” .Leksikon dapat pula kita
sebut dengan perbendaharaan kata atau kosakata. Jadi, leksem itu terdapat di dalam leksikon.
Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang
benda, peristiwa, dll; makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas
dari penggunaannya atau konteksnya. (Kridalaksana, 2008:149). Selanjutnya,
makna leksikal menurut Chaer (2009) adalah makna yang sebenarnya yang mengacu
pada referen atau makna yang terdapat dalam kamus dasar. Contoh: ayah mengangkat
papan dan pengarang mengangkat kisah masa lampau. Kalimat
pertama mengandung makna leksikal atau makna yang sebenarnya, yaitu membawa ke
atas atau meninggikan sedangkan pada kalimat kedua, kata mengangkat tidak
mengandung makna leksikal karena makna yang timbul bukanlah makna yang
sebenarnya. Jadi, makna leksikal terleoas dari konteks yang sedang berlangsung.
2.
Makna
Gramatikal
Makna Gramatikal menurut Chaer (2009:62) “Makna
gramatikal ini adalah makna makna yang hadir sebagai akibat adanya proses
gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.” Selanjutnya,
Pateda (1986) makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat
berfungsinya leksem di dalam kalimat. Jadi, makna gramatikal dapat juga disebut
makna yang timbul karena beberapa proses bahasa.
Contoh dalam proses afiksasi adalah penulis itu berangkat ke Malang dan adik menulis
cerita tentang kota Malang. Kata penulis dan kata menulis berasal dari kata
dasar yang sama, yaitu kata tulis. Namun, akibat adanya proses afiksasi yaitu
penambahan prefiks meN- dan Pe- , sehingga beubah makna. Makna penulis adalah
orang yang menulis sedangkan kata menulis adalah kegiatan yang dilakukan. Dalam
hal ini, makna yang timbul adalah makna gramatikal. Selanjutnya, contoh dalam
proses reduplikasi atau perulangan yang dalam bahasa Indonesia menyatakan jamak
adalah orang itu mengejar maling
dan orang-orang itu mengejar maling. Kata orang pada
kalimat pertama bermakna hanya satu orang sedangkan kalimat kedua bermakna
orang yang ramai. Kemudian contoh dalam proses komposisi adalah Pak Camat membagi-bagikan bunga Mawar kepada warga Suka Damai
dan pak amin mendapat bunga Bank yang banyak. Komposisi bunga
mawar tidak sama dengan komposisi bunga
bank. Bunga mawar merujuk kepada jenis bunga sedangkan bunga bank merujuk
kepada keuntungan atau bonus dari hasil menabung.
3.
Makna
Konseptual
Chaer (2009:72) “Makna konseptual adalah makna yang
sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang
bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, sebenarnya makna konseptual
ini dama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif.”
Contoh: ibu memasak ikan. Kalimat
tersebut memiliki makna konseptual yaitu ibu sedang melakukan kegiatan memasak
ikan.
4.
Makna
Kontekstual
Makna kontekstual menurut kridalaksana (2008:149)
adalah hubungan antara ujaran dan situasi dimana ujaran itu dipakai.
Selanjutnya, Faizah (2010:70) “makna konseptual adalah makna sebuah leksem atau
berada dalam suatu konteks.” Jadi, makna kontekstual adalah makna yang
dihasilkan dalam ujaran yang melihat konteksnya. Contoh: Dinda dihujani
pertanyaan dari penguji (dalam konteks ujian). Makna kontekstual pada kalimat
tersebut adalah pernyataan tersebut diujarkan dalam suasana ujian.
5.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa adalah bentuk retorik yaitu penggunaan
kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhi
penyimak dan pembaca (Tarigan, 1985:4).
Gaya bahasa menurut Tarigan (1985) dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
A.
Gaya
Bahasa Perbandingan
1. Perumpamaan
adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dari segala kita
anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan dengan pemakaian kata
seperti, sebagai, ibarat, umpama, baik,
dan sejenisnya.
Contoh:
Bagai batu lumutan, wajahnya kotor, basah dan tua.
2. Metafora
adalah membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu
kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan sevara eksplisit dengan
penggunaan kata-kata seperti bak,
sebagai, laksana, dan sejenisnya.
Contoh:
Bumi ini perempuan jalang.
3. Personifikasi
adalah cara pengungkapan dengan menjadikan benda mati atau tidak bernyawa
menjadi sebagai manusia.
Contoh:
Laut sering mengamuk setiap akhir tahun.
4. Depersonifikasi
adalah gaya bahasa yang membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa ini
terdapat dalam pengandaian yang eksplisit memanfaatkan kata kalau dan
sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.
Contoh:
Kalau engkau menjadi bunga, maka daku menjadi kumbangnya.
5. Alegori
adalah cerita yang menceritakan dalam lambang-lambang, merupakan metafora yang
diperluas dan berkesinambungan, tempat, atau wadah objek-objek atau
gagasan-gagasan diperlambangkan. Alegori sering mengandungsifat-sifat moral
atau spiritual manusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang
dan rumit dan makna atau tujuannya terselubung.
Contoh:
Cerita kancil dan buaya, kisah Malin Kundang.
6. Antithesis
adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang berlawanan arah.
Contoh:
Dia menari di atas lukaku.
7. Pleonisme
atau tauologi adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan) yang sebenarnya
tidak perlu.
Contoh:
Saya mrnghimbau agar supaya masyarakat memilihi saya sebagai kepala desa.
8. Perifrasi
adalah gaya bahasa yang hamper mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya menggunakan
kata-kata yang banyak dari yang dibutuhkan.
Contoh:
Siswa itu mengatakan segal cita-cita dan segala keinginannya.
9. Antisipasi
atau prolepis adalah mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau
akan terjadi.
Contoh:
Aku sangat gembira karena kekasihku akan datang kemari bulan depan.
10. Koreksi
atau epanorfosis adalah gaya bahasa yang terwujud mula-mulai ingin menegaskan
sesuatu, tapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.
Contoh:
Bibah orang Medan, tapi bukan Batak.
B.
Gaya
Bahasa Pertentangan
1. Hiperbola
adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan.
Contoh:
Cintaku seluas lautan.
2. Litotes
adalah majas yang di dalam pengungkapan menyatakan sesuatu yang positif dengan
bentuk yang negative atau bentuk yang bertentangan.litotes mengurangi atau
melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya.
Contoh:
Pakaiannya sama sekali tidak buruk.
3. Ironi
adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud
berolok-olok.
Contoh:
Wajar saja dia sakit karena selalu menjaga kebersihan.
4. Oksimaron
adalah majas yang mengandung penegakan atau pendirian sesuatu yang berhubungan
dengan sintaksis atara dua antonomi.
Contoh:
Akhirnya dia mendapat juara meskipun sangat banyak saingan yang dihadapinya.
5. Paranomanisia
adalah majas yang berisikan pengajaran kata-kata yang sama bunyinya tetapi
berbeda maknanya.
Contoh:
Bisa Ular bisa menyebabkan kematian.
6. Paralipsis
adalah majas yang merupakan suatu permulaan yang digunakan sebagai sarana untuk
menerangkan bahwa seseorang tidak mungkin mengatakan apa yang tersirat dalam
kalimat itu.
Contoh:
Mudah-mudahan ia mengetahui isi hatiku dan bukan ku bermaksud untuk menyakiti
hantinya.
7. Zeugma
adalah majas gabungan gramatis dua kata yang mengandung cir-ciri semantik yang
bertentangan seperti abstrak dan konkrit.
Contoh:
Anak itu besar tapi memakai baju yang kecil.
8. Inuedo
adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan
yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak
langsung.
Contoh:
Dia sering tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru karena jarang belajar di
rumah.
9. Antifrasis
adalah berupa penggunaan kata dengan sebuah makna kebalikannya. Contoh: Kelas
kami didatangi Pangeran Kampus. (orang
yang paling jelek di kampus).
10. Paradok
adalah suatu pernyataan yang bagaimana diartikan selalu berakhir dengan
pertentangan.
Contoh:
Aku kesepian di tengah keramaian.
11. Klimaks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap
kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
Contoh:
Beliau berpesan agar menjaga dan melestarikan kebudayaan ini.
C.
Gaya
Bahasa Pertautan
1. Metonomia
adalah majas yang memakai nama ciri atau hal yang ditautkan dengan orang atau
hal sebagai penggantinya.
Contoh:
Luka karena lidah lebih sakit dari luka karena pedang.
2. Sinekdokek
adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan
atau sebaliknya.
Contoh:
Kemana saja pikiranmu?
3. Alusi
adalah gaya bahasa yang menunjukkan secara langsung ke dalam suatu peristiwa
atau tokoh berdasarkan pengapaan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki
pengarang dan pembaca sastra adanya kemampuan pembaca untuk mengkap pengacau
itu.
Contoh:
saya ngeri membayangkan peristiwa Tsunami di Aceh.
4. Eufamisme
adalah ungkapan yang lebih halus sebagai ungkapan yang dirasakan kasar yang
dianggap merugikan, atau yang tidak merugikan.
Contoh:
Dina seorang Tunarungu.
5. Eponim
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering
berhubungan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan
sifat itu.
Contoh:
Dewi Sri benar-benar memberi rahmat pada sawah-sawah petani tahun ini.
6. Epitet
adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri
khas seseorang atau suatu hal.
Contoh:
Sinden panggung menyanyikan lagu Campur Sari.
7. Inverse
adalah majas yang merupakan pemutasi atau perubahan urutan subjek-predikat.
Contoh:
Dinda belajar matematika - Belajar dinda selama ini menghasilkan nilai yang
baik.
8. Paralelisme
adalah gaya bahasa yang mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau
frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
Contoh:
Bukan saja mahasiswa yang bergotong royong, tetapi dosen juga ikut bekerja.
9. Ellipsis
adalah gaya bahasa yang di dalam dilaksanankan penanggalan atau penghilangan
kata tau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tatabahasa.
Contoh:
1. Ibu pergi ke Pasar. 2. Ibu ke Pasar.
10. Gradisi
adalah majas yang mengandung suatu rangkaian dan urutan (paling sedikit tiga) kata
atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang paling mempunyai satu atau
beberapa ciri semantik secara umum dan yang diantara paling sedikit atau satu
ciri berulang-ulang dengan perubahan yang bersifat kualitatif.
Contoh:
Dia memberiku bunga; bunga mawar yang sedang mekar: mekar dengan bau yang
harum:harum yang selalu merasuk ke hatiku.
D.
Gaya
Bahasa Perulangan
1. Aliterasi
adalah jenis majas yang memanfaatkan kata-kata yang permulaan sama bunyinya.
Contoh:
segala sepi segala sendu.
2. Asonansi
adalah jenis gaya bahasa repitisi yang berwujud perulangan vokal yang sama.
Contoh:
Masa tertawa masa kecewa.
3. Atnaklaksis
adalah majas perulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda.
Contoh:
Kaki lintah darat digigit lintah di sawah.
4. Kiasmus
adalah majas yang berisikan perulangan dan sekaligus inversi penghubung antara
dua kata satu kalimat.
Contoh:
Yang buruk selalu dikatakan buruk, sedangkan yang buruk selalu dikatakan baik.
5. Epizeukis
adalah gaya bahasa perulangan kata sifat langsung yaitu kata-kata yang
ditekankan diulang berturut-turut.
Contoh:
Kamu harus belajar, belajar, dan belajar agar menjadi orang sukses.
6. Tautotes
adalah gaya bahasa perulangan atau repitisi atas berulang-ulang dalam satu
konstruksi.
Contoh:
Bunga adalah mawar, mawar adalah bunga, dan keduanya adalah bunga mawar.
Daftar Rujukan
Chaer, Abdul.2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Faizah, Hasnah. 2010. Linguitik
Umum. Pekanbaru: Cendikia Insani
Kridalaksana,
Harimurti. 2009. Kamus Linguistik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pateda,
Masnur.1986. Semantik Leksikal.
Ende-Flores: Nusa Indah.
Tarigan, Henry
Guntur, 1985.Pengajaran Gaya Bahasa.
Bandung: Angkasa.